Presiden Prabowo Subianto mengguncang publik dengan istilah baru dalam pidatonya: vampir ekonomi. Label itu ditujukan kepada pengusaha yang hanya mengejar keuntungan pribadi tanpa memperhatikan penderitaan rakyat. Di tengah peluncuran program Koperasi Desa (KopDes) Merah Putih, Prabowo menegaskan perlunya upaya bersama untuk memberantas keserakahan dalam sistem ekonomi nasional. Namun, program itu sendiri tak luput dari kritik dan dinilai bisa menjadi vampir ekonomi baru.
Vampir Ekonomi: Siapa yang Dimaksud Prabowo?
Dalam peluncuran KopDes Merah Putih pada 21 Juli 2025, Prabowo menyuarakan keresahannya terhadap praktik bisnis yang menjauh dari nilai-nilai keadilan. Menurutnya, para pengusaha yang hanya fokus pada laba tanpa memikirkan nasib petani, buruh, dan rakyat kecil merupakan “penghisap darah”, atau yang ia sebut sebagai vampir ekonomi.
“Ini bukan lagi soal sistem kapitalisme, liberalisme, atau sosialisme, tapi soal keserakahan,” kata Prabowo.
Istilah serakahnomics diciptakannya untuk menggambarkan para pelaku ekonomi yang hanya mengutamakan kelompoknya tanpa memperhatikan kesejahteraan publik.
Misi KopDes Merah Putih: Memberantas atau Justru Menjadi Vampir Baru?
Program Koperasi Desa Merah Putih digadang-gadang sebagai jawaban untuk memperkuat ekonomi rakyat dan melawan dominasi para vampir ekonomi. Prabowo menyatakan koperasi akan menjadi alat pemberdayaan dan pemerataan ekonomi masyarakat desa.
Namun, di sisi lain, ekonom Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (Celios) justru menilai program tersebut berpotensi menjadi vampir baru. Ia menyebut landasan hukum KopDes belum jelas, dan rawan menjadi sarang korupsi baru, terutama di tingkat kepala desa.
“Vampirnya ya KopDes Merah Putih itu sendiri,” tegas Bhima.
Menurut penelitian Celios, potensi kebocoran dana bisa mencapai Rp4,8 triliun per tahun secara nasional jika KopDes tetap dilanjutkan tanpa pengawasan ketat dan regulasi yang kokoh.
Menjinakkan Kapitalisme Lewat Koperasi?
Analis ekonomi Ronny P. Sasmita menyebut Prabowo sedang mencoba membangun “gerakan antikapitalisme halus” melalui koperasi. Meskipun Prabowo tidak bisa serta-merta menolak kapitalisme, ia berusaha mengimbangi dampaknya melalui pemberdayaan ekonomi berbasis sosial.
Ronny menjelaskan, banyak pengusaha di Indonesia yang hanya berorientasi pada laba, tanpa peduli pada ketimpangan, keadilan sosial, atau pembangunan manusia.
“Ini bukan semata bisnis. Mereka menekan pemerintah demi kepentingan sendiri,” kata Ronny.
Empat Langkah Prabowo untuk Mengakhiri Serakahnomics
Ronny mengusulkan empat langkah konkret yang harus dilakukan Prabowo untuk menyingkirkan vampir ekonomi dari lanskap ekonomi nasional:
-
Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi: Fokus pada program yang meningkatkan penghasilan dan kapasitas ekonomi masyarakat kecil.
-
Penguatan UMKM dan Koperasi: Implementasi nyata dan transparan terhadap KopDes Merah Putih.
-
Peningkatan SDM Secara Merata: Membangun kemampuan masyarakat agar berdaya saing dalam ekonomi modern.
-
Pemberantasan KKN dan Penegakan Hukum: Tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang merugikan negara dan rakyat.
Perluas Program, Perkuat Hukum
Program koperasi ini bisa menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia jika dilandasi dengan hukum yang kuat, transparansi, dan pengawasan yang ketat. Tanpa itu, sebagaimana kritik Bhima, program tersebut bisa menjadi alat penyedot dana publik yang justru membebani negara.
“Ibarat bangunan besar tanpa tiang penyangga, KopDes rawan roboh,” ujar Bhima.
Penutup
Prabowo mengajak semua pihak untuk membangun ekonomi dengan nilai dan etika. Dalam era baru pemerintahannya, ia tidak ingin kapitalisme rakus terus menjadi model utama ekonomi Indonesia. KopDes Merah Putih bisa menjadi jawaban—asal tak berubah menjadi vampir baru.
Masyarakat menanti bukti nyata: apakah koperasi akan menjadi pelindung rakyat, atau sekadar topeng baru bagi praktik lama?
Sumber:cnnindonesia.com