Pertumbuhan ekonomi China kembali menunjukkan ketangguhannya di tengah gejolak geopolitik global dan tekanan perdagangan dari Amerika Serikat. Data terbaru dari Badan Statistik Nasional China (NBS) mengungkapkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut tumbuh sebesar 5,2% pada kuartal kedua tahun 2025. Capaian ini mempertegas posisi China sebagai kekuatan ekonomi dunia yang tetap tangguh meskipun menghadapi berbagai tantangan, termasuk perang dagang.
Tag: ekonomi china tumbuh 5,2%
Pertumbuhan Ekonomi Sesuai Target Pemerintah
Pada periode April hingga Juni 2025, China berhasil membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Meskipun angka ini sedikit lebih rendah dari kuartal pertama yang mencapai 5,4%, pencapaian tersebut tetap memenuhi target tahunan pemerintah yaitu sebesar 5%.
Pertumbuhan ini juga melampaui ekspektasi pasar yang hanya memprediksi angka 5,1%. Hal ini menjadi sinyal positif bahwa kebijakan ekonomi dan stimulus pemerintah cukup efektif dalam menopang aktivitas ekonomi, bahkan di tengah ketegangan dagang dengan Amerika Serikat.
Dampak Perang Dagang AS-Cina
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China terus berlanjut hingga pertengahan tahun 2025. Sejak April, Presiden AS mengumumkan kenaikan tarif hingga 145% untuk barang-barang dari China. Namun, setelah negosiasi antara kedua negara, tarif tersebut diturunkan menjadi 30% untuk masa berlaku 90 hari guna membuka jalan bagi pembicaraan lanjutan.
China menanggapi dengan mengurangi tarif atas barang-barang AS dari 125% menjadi 10%. Jeda sementara dalam eskalasi perang dagang ini memberi ruang bagi para eksportir untuk mempercepat pengiriman barang sebelum tarif kembali dinaikkan, yang secara langsung mendorong peningkatan volume ekspor.
Menurut Zhiwei Zhang, Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management, lonjakan ekspor tersebut menjadi salah satu kontributor utama dalam pertumbuhan PDB China di kuartal kedua.
Tantangan di Balik Angka Pertumbuhan
Meski data pertumbuhan terlihat mengesankan, para analis memperingatkan bahwa ketahanan ekonomi China sedang menghadapi sejumlah tantangan domestik. Krisis sektor properti yang berkepanjangan, penurunan harga barang, lemahnya kepercayaan konsumen, dan deflasi industri menekan permintaan dalam negeri.
Beberapa sektor industri seperti otomotif, elektronik, dan utilitas milik negara juga dilaporkan mengalami penundaan pembayaran dan menumpuk utang untuk mempertahankan operasional produksi.
Max Zenglein, ekonom senior dari Conference Board Asia, menyebut fenomena ini sebagai “ekonomi kecepatan ganda”, di mana sektor industri tetap tumbuh kuat sementara sektor konsumsi mengalami stagnasi. Ia menyarankan agar Beijing mulai mengalihkan fokus dari pertumbuhan berbasis ekspor ke sektor domestik seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Peran Stimulus Fiskal dan Moneter
Pemerintah China telah menggelontorkan berbagai stimulus untuk mendukung pertumbuhan, termasuk obligasi khusus, program moneter, dan stimulus di sektor properti serta sosial. Langkah-langkah ini cukup berhasil menstabilkan perekonomian di tengah tekanan global.
Namun, para investor tetap waspada menjelang semester kedua 2025. Banyak yang memprediksi bahwa pertumbuhan akan melambat, meskipun pertemuan Politbiro mendatang diperkirakan akan membahas stimulus tambahan.
China dan Kompetisi Global
Menurut Prognos Institute, perusahaan-perusahaan China kini menyumbang 16% dari total ekspor global—dua kali lipat dari Jerman. Ini menunjukkan betapa kuatnya dominasi China dalam perdagangan global. Namun, ekspansi besar-besaran di sektor manufaktur juga menyebabkan kelebihan kapasitas dan memicu tekanan harga di pasar internasional.
Dalam kondisi perang dagang yang semakin memanas, China juga mulai mengalihkan fokus ke pasar Uni Eropa dan Amerika Selatan. Di saat AS memperketat pembatasan terhadap negara-negara Amerika Latin, China justru memperluas pengaruhnya melalui kerja sama ekonomi dan investasi infrastruktur.
Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi China sebesar 5,2% pada kuartal kedua 2025 merupakan bukti daya tahan dan kelincahan strategi ekonomi Beijing. Namun, berlanjutnya ketegangan dagang, lemahnya konsumsi domestik, dan tekanan deflasi menjadi tantangan serius yang perlu segera ditangani.
Peralihan fokus dari ekspor ke konsumsi dalam negeri serta upaya peningkatan jaminan sosial bisa menjadi solusi jangka panjang yang dibutuhkan. Dunia akan terus mengamati bagaimana China menyelaraskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan stabilitas sosial di tengah dinamika geopolitik global.
Sumber : detik.com