Dalam menghadapi tantangan global seperti krisis geopolitik dan perang dagang, Indonesia tetap optimis dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada tahun 2029. Di tengah tekanan global dan perlambatan ekonomi dunia, pemerintah menyadari pentingnya mencari sektor yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan. Salah satu alternatif yang kini diandalkan adalah sektor ekonomi kreatif.
Ekonomi Kreatif: Pilar Tangguh dalam Perekonomian Nasional
Ekonomi kreatif merupakan sektor yang tidak hanya mampu bertahan, namun juga menunjukkan kinerja luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) 2025, sektor ini telah menyumbang lebih dari Rp1.500 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Tak hanya itu, ekonomi kreatif juga telah menciptakan lebih dari 23 juta lapangan kerja, menjadikannya salah satu sektor paling inklusif di Tanah Air.
“Ekonomi kreatif adalah sektor yang tumbuh paling cepat, inklusif, dan tangguh,” ujar Sandiaga Uno, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam siaran persnya (9 Juli 2025).
Subsektor unggulan seperti kuliner, kriya, aplikasi, dan game bahkan telah menjadi pendorong utama ekspor dan daya saing global. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini tak hanya berorientasi pada pasar domestik, tetapi juga kompetitif di level internasional.
Strategi Pertumbuhan: Kolaborasi Triple Helix Jadi Kunci
Untuk mengakselerasi kontribusi ekonomi kreatif terhadap pertumbuhan nasional, Sandiaga menekankan pentingnya kolaborasi Triple Helix—yakni sinergi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta.
-
Pemerintah: Menyediakan regulasi, insentif, dan ekosistem pendukung.
-
Akademisi: Berperan dalam riset, inovasi, dan pengembangan sumber daya manusia.
-
Swasta: Meningkatkan investasi dan ekspansi pasar, baik nasional maupun global.
Negara seperti Vietnam dan Korea Selatan disebut sebagai contoh sukses pengembangan sektor ekonomi melalui kolaborasi lintas elemen. “Sendiri kita bisa tumbuh, tetapi bersama kita bisa melompat,” tegas Sandiaga.
Meningkatkan Jumlah Pengusaha dan Digitalisasi UMKM
Langkah penting lainnya adalah meningkatkan rasio wirausaha Indonesia. Saat ini, rasio pengusaha masih berada di angka 3,47%, dan ditargetkan naik menjadi minimal 4% agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Selain itu, digitalisasi UMKM dan penguatan startup lokal menjadi fokus utama dalam memperluas akses pasar dan efisiensi proses bisnis. Dengan memanfaatkan teknologi, UMKM dapat menjangkau pasar yang lebih luas, menekan biaya, dan meningkatkan kualitas layanan.
“Teknologi harus memberdayakan masyarakat, terutama keluarga, pemuda, dan usaha kecil,” ujar Sandiaga.
Peran Diaspora dan Semangat 3Si + 4As
Dalam konteks global, peran diaspora Indonesia—terutama mahasiswa dan profesional di luar negeri—juga sangat dibutuhkan untuk menjadi motor penggerak transformasi ekonomi nasional. Konsep 3Si (Inovasi, Adaptasi, Kolaborasi) dan 4As (Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Tuntas, dan Kerja Ikhlas) diperkenalkan sebagai prinsip dasar pembangunan SDM dan kolaborasi lintas batas.
Dengan mendorong diaspora aktif berkontribusi melalui inovasi teknologi dan kolaborasi bisnis, pertumbuhan sektor ekonomi kreatif bisa dipercepat dengan hasil yang lebih signifikan.
Kesimpulan
Menghadapi kompleksitas tantangan ekonomi global, ekonomi kreatif tampil sebagai solusi alternatif yang bukan hanya realistis, tetapi juga strategis. Dukungan kebijakan yang tepat, kolaborasi lintas sektor, serta pemanfaatan teknologi menjadi kunci utama dalam menjadikan sektor ini sebagai pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif, Indonesia tidak hanya dapat mengejar target pertumbuhan 8% pada 2029, tetapi juga membangun ekonomi yang inklusif, tangguh, dan berdaya saing global.
Sumber :metrotvnews