Kenaikan Harga Emas Picu Inflasi Semester I-2025: Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia?

Semester pertama tahun 2025 mencatatkan laju inflasi yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada dua tahun sebelumnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahun berjalan (year-to-date/ytd) per Juni 2025 mencapai 1,38 persen. Menariknya, emas perhiasan muncul sebagai penyumbang inflasi terbesar, bahkan lebih dominan dibanding komoditas bahan pokok lainnya seperti beras dan ikan segar.

Fenomena ini mencerminkan kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, di mana logam mulia seperti emas kembali menjadi primadona sebagai aset pelindung nilai (safe haven). Namun, bagaimana sebenarnya kenaikan harga emas ini berdampak terhadap inflasi nasional dan kesejahteraan masyarakat?

Kenaikan Harga Emas dan Kontribusinya terhadap Inflasi

Menurut Deputi Statistik BPS, Pudji Ismartini, emas perhiasan tercatat sebagai penyumbang inflasi yang konsisten dalam enam bulan terakhir. Sejak September 2023, harga emas terus meningkat, dan tren ini berlanjut hingga pertengahan 2025. Pada Juni 2025, inflasi bulanan (month-to-month/mtm) mencapai 0,19 persen, dan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,87 persen

Mengapa Harga Emas Melonjak?

Beberapa faktor eksternal menjadi pendorong utama lonjakan harga emas:

  • Kebijakan tarif dagang Trump yang kembali diberlakukan, menciptakan ketidakpastian ekonomi global.

  • Memanasnya konflik dagang antara AS dan China, yang membuat investor mencari instrumen investasi yang aman.

  • Kekhawatiran resesi global, terutama di Amerika Serikat, memicu lonjakan permintaan terhadap aset safe haven seperti emas.

Dalam konteks nasional, lonjakan harga emas ini kemudian diteruskan ke sektor ritel dalam bentuk emas perhiasan, yang menjadi barang konsumsi masyarakat, khususnya menjelang momen-momen penting seperti Lebaran dan perayaan adat.

Dampak Inflasi dari Emas terhadap Konsumen dan Ekonomi

Inflasi yang dipicu oleh emas perhiasan memiliki karakteristik yang berbeda dibanding inflasi bahan makanan. Emas bukanlah kebutuhan pokok, namun kenaikan harganya tetap memberikan efek psikologis terhadap daya beli masyarakat, terutama kelas menengah.

Kelompok Volatile Food Tetap Berperan

Meskipun emas menjadi sorotan utama, BPS juga mencatat bahwa kelompok bahan makanan yang bergejolak (volatile food) tetap menjadi penyumbang inflasi utama dari sisi komponen, baik secara bulanan maupun tahunan. Beras, ikan segar, dan tarif angkutan udara termasuk dalam kategori ini.

Kenaikan harga bahan makanan dan komoditas emas secara bersamaan membuat tekanan inflasi di semester I-2025 terasa lebih nyata bagi masyarakat. Konsumen harus mengeluarkan biaya lebih tinggi baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk barang-barang sekunder seperti perhiasan.

Apa Implikasi Jangka Panjangnya?

Lonjakan harga emas yang terus berlanjut dapat memicu beberapa konsekuensi ekonomi:

  1. Menurunnya minat konsumsi barang sekunder karena daya beli masyarakat melemah.

  2. Pergeseran pola investasi masyarakat ke instrumen logam mulia, yang bisa menekan pertumbuhan sektor konsumsi domestik.

  3. Tekanan terhadap suku bunga dan kebijakan moneter, terutama jika inflasi tidak terkendali.

Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter perlu memantau dinamika ini secara cermat, agar inflasi tetap berada dalam target sasaran. Respons kebijakan seperti pengendalian likuiditas dan stabilisasi kurs juga dapat menjadi instrumen penyeimbang.

Kesimpulan

Inflasi pada semester pertama tahun 2025 memberikan sinyal peringatan dini bagi ekonomi Indonesia, dengan kenaikan harga emas perhiasan sebagai kontributor utama. Meskipun emas bukan komoditas kebutuhan pokok, perannya dalam inflasi menunjukkan bagaimana gejolak global bisa berdampak langsung terhadap perekonomian domestik.

Di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global, masyarakat dan pelaku usaha diharapkan dapat lebih cermat dalam mengatur portofolio keuangan dan strategi konsumsi. Sementara itu, pemerintah dan otoritas fiskal perlu tetap waspada dan adaptif dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional

Sumber : antaranews

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *